Berandal Sekolah

Adipta Muller Rahardika, nama yang sangat populer di kalangan anak SMK di kota Semarang

Memang siapa yang tak kenal dengan Adipta yang berprestasi dalam melakukan kenakalan?

Tentu semua remaja di SMK Semarang tau nama nya yang sudah menjelit bagikan seorang idol

Adipta sendiri berasal dari kota Jakarta Selatan yang pindah ke Semarang jadi dia masih menggunakan gue-lo katanya segan kalau menggunakan aku-kamu

Alasan Dipta pindah ke Semarang karena kenakalan nya dia yang udah di luar batas, makannya di sana udah ga ada lagi sekolah yang mau nampung Dipta dan dengan terpaksa kedua orang tua Dipta mindahin si Dipta ke Semarang biar dia tinggal bareng sama nenek nya

Dipta awalnya nolak, mana bisa Dipta ninggalin kehidupan bebas nya di Jakarta. Tapi setelah di iming-imingi dengan mobil incarannya akhirnya Dipta mau di pindahkan ke Semarang dengan syarat semua fasilitas nya tetap berada di tangan Dipta

Kenakalan pertama yang Dipta lakukan adalah saat ia pertama kali masuk sekolah dengan warna rambut yang tidak sesuai dengan aturan sekolah

Dipta masuk sekolah dengan rambut berwarna blonde yang di tata undercut belum lagi seragam sekolah yang tidak rapi dengan atasan yang tidak ia kancingkan sehingga menampilkan kaos berwarna putih yang ia gunakan sebagai dalaman, oh ya jangan lupakan sepatu nya yang berwarna merah. Tentu saja hal itu mengundang Dipta untuk masuk ke ruang BK agar mendapatkan pengajaran tentang kedisiplinan dalam memakai seragam sekolah

Kenakalan kedua Dipta di lakukan dalam kurun waktu 3 jam dari kenakalan pertama, kali ini ia membolos pembelajaran dan memilih ikut tawuran bersama anak geng nya. Dan di kenakalan kedua nya ini telah mengundang sang ketua OSIS yang di kenal dengan tindakan tegasnya untuk turun tangan langsung mengurusi serta mengawasi semua tindakan yang Dipta lakukan

Biantara Alzarga yang notabene nya adalah seorang ketua OSIS pun di buat pusing dengan kenakalan yang di perbuat oleh Dipta apalagi sifat mereka yang bertolak belakang 

Contohnya seperti sekarang, Dipta saat ini tengah melakukan handstand sebagai hukuman karena ia ketahuan merokok di depan kelas saat jam pembelajaran tengah berlangsung

Bian yang berada di sana untuk mengawasi Dipta pun sesekali menguap bosan, ini sudah 1 jam berlalu sejak hukuman Dipta berlangsung dan artinya masih ada 1 jam lagi untuk Dipta menyelesaikan hukumannya

"Apa kamu tidak bosan di hukum terus seperti ini?" Tanya Bian sambil menatap Dipta malas

"Emang lo ga bosen ngehukum gue terus?" Tanya Dipta balik

Bian berdecak malas lalu berkata "kalau di tanya tuh di jawab jangan malah tanya balik!"

"Ya udah jangan tanya, kepo banget dah lo" balas Dipta datar

"Hukuman mu aku tambahin 1 jam, ga usah protes kalau protes aku tambahin jadi 2 jam!" Ujar Bian mutlak di ikuti dengan Dipta yang mendengus kesal

"Kak Bian, ini pesenan nya" ujar seorang gadis berambut pendek saat sudah berada di hadapan Bian

"Oh makasih Din" balas Bian sambil mengambil air minum berserta roti yang tadi ia titipkan kepada Dina

"Iya kak sama sama" ujar Dina sambil tersenyum manis sebelum meninggal kan tempat dimana Dipta di hukum

Setelah kepergian Dina, Bian mengambil 1 gorengan yang masih panas di dalam kresek hitam lalu ia memakan nya dengan cabai yang tersedia di sana

Dipta mendengus kesal saat melihat kegiatan yang Bian lakukan, ia berkata "gue di hukum dan lo malah enak enak nya makan di depan gue!"

Bian menoleh sekilas ke arah Dipta lalu kembali memfokuskan pandangannya kepada gorengan yang berada di tangannya

"Bukan urusan ku, kan kamu yang di hukum" Ujar Bian acuh

"Katanya ketos disiplin, kalau kek gini disiplin apanya!" Cibir Dipta sambil mengalihkan pandangannya ke sembarang arah asal tidak melihat wajah mengesalkan milik Bian

Mulut Bian terlihat penuh dengan makanan namun sedetik kemudian ia menelan semua makanan yang berada di mulut nya sebelum berbicara dengan sarkas "ini juga salah mu! Seharusnya sekarang jam istirahat ku tapi kamu menghancurkan nya dengan aku yang harus mengawasi mu bersama hukuman mu itu!"

Dipta tidak menjawab, ia hanya mendiami Bian. Sebenernya ia tergoda dengan gorengan panas yang berada di kresek hitam namun gengsi nya terlalu tinggi untuk meminta nya ke Bian tapi sepertinya ekstensi gorengan tersebut benar benar menarik mata Dipta untuk terus menatapnya 

Bian menangkap mata Dipta yang tertuju ke arah kresek hitam di sebelah nya, ia tersenyum jahil lalu membuka kresek hitam nya dan mengambil gorengan nya lagi. Gerakannya lambat seolah mengoda Dipta untuk memakan gorengan tersebut

Dipta kembali membuang muka nya berusaha tidak menatap Bian bersama gorengan nya

Namun suara renyah dari gorengan yang di gigit oleh Bian mengganggu telinga nya, lama kelamaan suara itu semakin keras seolah mengatakan 'makan aku! Ayo cepat tidak usah pedulikan hukuam mu ' kepada Dipta dan saat itu juga Dipta tidak bisa menahannya lagi

Ia mengakhiri handstand nya lalu ia berdiri dan menghampiri Bian dengan langkah yang mengebu

"Loh loh hukumannya belom selesai kok udah berhenti?!" Ujar Bian dengan nada jenakanya, ia tersenyum penuh kejahilan karena sudah berhasil menggoda Dipta dengan menggunakan gorengan. Pesona gorengan yang baru selesai di goreng memang tidak bisa di kalahkan!

"Persentanan ama hukuman! Gue laper, bagi gorengan nya" balas Dipta kasar lalu ia mengambil gorengan beserta cabai nya dari kresek hitam

Dipta memakan bakwan itu dengan rakus seolah ia tidak pernah merasakan bakwan selama hidup nya

"Makan tuh hati hati nanti kamu kesedak, lagian kamu kayak ga pernah makan bakwan aja" ujar Bian sambil memakan bakwan yang masih setengah di tangan nya

Dipta menggeleng lalu ia berkata dengan jujur "emang bener gue ga pernah makan bakwan, gue tau gorengan aja baru kemarin. Di rumah gue mana ada makanan kek gini"

"Dan gue juga baru tau yang gue makan itu namanya bakwan, gue kira gorengan itu satu jenis yang bisa di makan tapi kek nya perkiraan gue salah" sambungnya

Bian berdecih pelan "cih, memang bener ya anak orang kaya ga pernah makan makanan rakyat yang harga nya cuman 500 satu"

"Iya bener" balas Dipta mengakhiri obrolan mereka, suasana di sekitar mereka sejenak menjadi hening. Mereka berdua fokus dengan bakwan yang mereka makan

Setelah selesai memakan gorengan, Bian menyerahkan botol minum yang tinggal setengah kepada Dipta

Dipta awal nya ingin menolak, selama hidup nya ia tidak pernah meminum minuman bekas orang lain sekalipun itu bekas orang tua nya namun karena sepertinya bakwan bakwan itu tersangkut di tenggorokan dan membuat nya tidak mempunyai pilihan selain meminum minuman bekas Bian

Dipta menerima botol itu setengah hati, ia mengelap ujung botol dengan seragam nya lalu ia meminumnya

Bian yang melihat itu tertawa mengejek "itu engga aku cucup jadi ga usah pake di elap pun masih terjamin itu bersih"

"Bersih apanya, banyak kuman nya iya!"

"Selama itu engga jatuh bagi ku masih bersih dan kalaupun itu jatuh selagi belum 5 menit itu masih bisa di minum"

Dipta melotot saat mendengar ucapan Bian, apa katanya tadi? Sebelum 5 menit masih bisa di minum? Di sini yang bodoh Dipta atau Bian

Bian yang sadar telah di pelototi oleh Dipta pun menoleh ke arah nya "kenapa malah melototin aku? Sana lanjutin hukuman mu, 2 jam lagi selesai"

"Mana ada 2 jam, ngarang ye lo" tanya Dipta kepada Bian, seperti ia tidak terima jika hukuman di tambah 1 jam lagi

"Kamu makan itu potongan jam, jadi 2 jam itu buat ganti waktu yang kamu habisiin buat makan" jelas Bian

"2 jam engga ada protesan!" Sambung Bian tegas saat melihat Dipta yang akan protes

Akhirnya Dipta mau tidak mau mengikuti perintah Bian dan kembali melakukan handstand selama 2 jam penuh tanpa istirahat

————–———–———–————–———–———–

Sekolah sudah sepi tapi Bian masih saja berdiam diri di ruang OSIS dengan setumpuk dokumen dokumen di meja nya, dokumen ini seharusnya sudah selesai Minggu lalu tapi karena Bian sibuk mengurusi si berandal Dipta. Dokumen yang seharusnya selesai awal kini selesai mepet dengan deadline

Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore lalu Bian memutuskan untuk membawa dokumen yang tersisa ke rumah nya

Setelah selesai memasukan dokumen kegiatan dan evaluasi ke dalam tas nya, ia menyangklung tas nya di punggung lalu ia berjalan keluar dari ruang OSIS tak lupa mematikan lampu dan AC sebelum ia keluar

Koridor yang ia lewati menjadi menyeramkan karena ia berjalan seorang diri apa lagi ruang OSIS terletak di lorong paling ujung dekat dengan taman belakangan

Bian mempercepat langkahnya lalu tak lama ia sampai di parkiran, Bian naik ke motor nya dan menyalakan motornya

Setelah menyala, ia diamkan sebentar agar mesin mesin motor nya panas lalu saat di rasanya cukup motor Bian mulai meninggalkan gedung sekolah menuju rumahnya

Bian dan motor nya dengan luwes melewati gang gang kecil menuju rumah nya, jalan yang di lewati Bian adalah jalan alternatif yang paling dekat menuju rumahnya singkatnya adalah itu jalan pintas

Namun saat ia berada di depan warung yang berisikan anak laki laki yang kira kira berjumlah 4 orang dengan jaket yang bertuliskan 'Heroia', Bian di cegat oleh salah satu dari mereka

Dipta yang kebetulan melewati gang tersebut melihat Bian yang sedang di cegat oleh seorang laki laki berpawakan tinggi, Dipta kenal siapa laki laki itu. Dia Baron musuh bebuyutan Dipta sejak awal ia pindah ke Semarang

Dengan tergesa Dipta turun dari motor nya dan berlari menuju dimana Bian berada, ia bediri di depan Bian yang masih duduk di atas motornya

"Berengsek! urusan lo ama gue jangan bawa bawa dia!" Ujar Dipta sambil menatap tajam seseorang di depan nya

"Lah bukannya bagus gue nonjokin ketos lo? ada kemungkinan lo bakal di keluarin dari sekolah baru lo dan yeah lo harus pindah dari daerah kekuasaan gue" ujar Laki laki tersebut sambil tersenyum miring

"Mati lo semua anjing!"

Setelah mengucapkan itu Dipta melempar helm nya ke arah Baron dengan sangat keras lalu ia memukul wajah Baron dan menendang perut Baron, ia tidak memberi kesempatan Baron untuk membalas

Anak buah Baron yang melihat bos mereka berkelahi pun membantu Baron untuk melumpuhkan Dipta

5 lawan 1, mereka mengeroyok Dipta sedangkan Bian ia masih duduk santai di atas motor nya sesekali berteriak kepada Dipta untuk memukul Baron dan anak buah nya lebih keras

"Pukul pipi nya lagi! Biar tambah bonyok!"

"Ayo terus Dip! Kamu ga boleh kalah! Nanti kalau kamu kalah nama SMK kita jadi jelek!"

"Ayo dipt semangat!!"

Ya kira kira seperti itu isi teriakan Bian yang tertuju kepada Dipta sedangkan Dipta sendiri sesekali berkata agar Bian ikut bergabung untuk membantu nya tapi Bian menolak nya dengan halus

"Jangan banyak bacot doang lo! Ayo bantuin gue!" Teriak Dipta sambil masih fokus dengan 5 orang di hadapannya

"Ga mau, kamu aja yang nyelesain. Aku sudah terbebani dengan dokumen jadi biarin aku yang ngurus jalan sekolah secara bersih dan kamu yang ngurusi sekolah secara kotor gimana?" Tanya Bian dengan pertanyaan aneh nya bagaimana ada urusan sekolah bersih dan sekolah kotor?

"Percuma! Gue tetep lo hukum!" Teriak Dipta lagi

"Oh ya itu harus! Kan aku penegak hukum di sekolah, menghukum mu itu adalah suatu keharusan!" 

Dipta tidak membalas lagi, ia berfokus dengan 5 orang di hadapannya memukul, menenendang, menangkis dan gerakan lain nya telah ia keluar untuk memenangkan perkelahian ini

Setelah beberapa menit akhirnya Dipta mengalahkan mereka dan mereka kabur setelah berhasil di kalahkan

Dipta sendiri mendapat beberapa luka di wajahnya dan Bian yang melihat itu meringis kesakitan tapi wajah nya seolah mengejek Dipta

"Sakit ya Dip?" Tanya nya dengan suara jahilnya

"Ya sakit lah anjing, mana lo ga mau bantuin gue!" Balas Dipta kesal, ia mengambil helm nya lalu berjalan ke arah motornya

"Ayo kerumah ku, obati luka mu dulu baru pulang" ujar Bian yang hanya di acungi jempol oleh Dipta

Bian mulai menjalankan motor nya kembali menuju rumah nya di ikuti oleh Dipta di belakang nya

Tak memakan waktu lama mereka sampai di rumah Bian, mereka memarkir kan motor mereka di halam luas depan rumah Bian

Setelah memarkir kan motor mereka, Bian masuk ke rumah sedangkan Dipta menunggu di teras

"Assalamualaikum, Bian pulang" ujar Bian sambil masuk dalam rumahnya

"Waalaikumsalam" balas suara seorang wanita paruh baya yang Dipta tebak itu adalah ibu Dipta

Begitu Dipta duduk di kursi teras, ia mendengar musik jaman 90an terputar dari dalam rumah Bian

"Mah, enten obat abang boten?", Tanya Dipta kepada ibu nya dengan bahasa yang Dipta tidak mengerti

"Neng rak, neng kotak werno putih" balas ibu Bian sambil menunjuk rak dekat dengan tangga

Bian yang mendengar ucapan sang ibu pun langsung menuju rak yang di tunjuk oleh ibu nya, ia mencari kotak berwarna putih yang ibu nya maksud lalu setelah menemukan nya ia mengambil kotak itu dan pergi ke depan. Namun sebelum sampai di tempat Dipta berada ia di intrupsi dengan suara sang ibu

"Obat buat siapa?" Tanya Ibu Bian

"Kanca ku" balas Bian lalu melanjutkan jalan nya menuju tempat Dipta duduk

Setelah sampai di teras, ia meletakkan kotak p3k di meja teras lalu ia duduk di kursi yang kosong

"Obati sendiri jangan manja" ujar Bian

Dipta yang sebenarnya tidak mengharap kan Bian mengobati nya, tangan nya sudah bergerak sendiri untuk mengambil alkohol untuk membersih kan luka nya

"Tadi lo ngomong ama nyokap lo pake bahasa apaan?" Tanya Dipta

"Bahasa daerah" balas Bian

Untuk beberapa alasan, suasana menjadi hening. Dipta fokus dengan obat di tangan nya kanan dan cermin di tangan kirinya sedangkan Bian ia fokus melamun

Setelah selesai mengobati luka miliknya, Dipta mengeluarkan rokok yang berada di saku celana nya. Ia mengeluarkan satu batang rokok dan korek dari saku jaket nya

Ia membakar ujung rokok nya dan menghisapnya pelan lalu menghembuskan asap rokok melalui mulutnya

Suasana tiba tiba menjadi melow, langit yang menampilkan cahaya orange dengan musik jaman dulu yang di putar ibu Bian seolah olah menjadi perpaduan yang pas

"Percaya ga kalau gue nanti jadi jaksa?" Tanya Dipta menyenderkan badan nya ke senderan kursi

Bian yang di tanya seperti itu tentu nya menggeleng kan kepalanya penuh keyakinan lalu ia menjawab "ya engga lah secara kamu aja nakal nya ga ada obat, ngerjain tugas aja ga pernah apa lagi merhatiin pelajaran. Gimana ceritanya kamu bisa jadi jaksa nanti?"

"Nanti gue bakal buat cerita gue sendiri, di mulai waktu gue kuliah di jurusan hukum dan gue bakal mengawali cerita baru yang gue tulis disana. Bukan sebagai 'Dipta si berandal sekolah' tapi 'yang mulia Dipta yang penuh keadilan' " Ujar Dipta sambil menghisap rokoknya yang berada di antara sela sela jari tengah dan jari telunjuknya

Bian menatap Dipta aneh, oke omong kosong apa lagi yang sedang Dipta bicarakan? Tidak kah ini semua terlalu tidak mungkin untuk seorang Dipta si berandal sekolah?

Untuk beberapa saat keadaan sekitar menjadi hening, hanya terdengar deru nafas kedua nya yang berhembus teratur sebelum Bian mengatakan sesuatu yang membuat Dipta semakin ingin mencapai tujuan yang sempat ia lupakan

"Maka buktikan lah"

                                 𓉙 END 𓉛

Postingan populer dari blog ini

Disclaimer!